Masalahnya dalam perjalanan pulang dari Goa ke Ternate, tepatnya pada tanggal 30 Juni 1545, Tabariji mengalami sakit keras dan akhirnya tewas di Malaka. Konflik politik antara Ternate dan Portugis ternyata tidak juga berhenti, didorong keinginannya untuk menguasai daerah itu, intrik-intrik dan drama politik berlanjut terus hingga mengalami Mulanya politik adu domba adalah strategi atau upaya perang yang telah diterapkan oleh berbagai bangsa kolonialis di abad ke 15. Negara-negara yang terlibat diantaranya yaitu Belanda, Spanyol, Portugis, Perancis, dan Inggris. Bangsa kolonialis tersebut, melakukan sebuah ekspansi dan penaklukan itu dengan tujuan untuk mencari sumber kekayaan Alihalih melakukan divide et impera, VOC dan Hindia Belanda lebih bersifat sebagai katalis dalam semua konflik yang ada di Kepulauan Nusantara waktu itu. Keberpihakan Belanda sangat menentukan pihak mana yang akhirnya menang perang. Belanda pernah melakukan siasat divide et impera selama berkuasa di Nusantara namun hanya tiga kali saja, yaitu: a. Strategipolitik adu domba di Indonesia bermula ketika perusahaan dagang asal Belanda atau VOC mulai berdagang di Batavia pada 1602 dan kemudian tujuan dagang tersebut berubah menjadi niat untuk menjajah. Mereka melakukannya dengan cara mengajak pribumi untuk menjadi pegawai VOC dengan penawaran menarik dan mengkhianati bangsa sendiri. Soal3: Jelaskan strategi yang dilakukan pemerintah kolonial untuk menguasai daerah-daerah di Indonesia! Jawaban: Pemerintah kolonial menerapkan politik Devide et Impera untuk menguasai daerah-daerah di Indonesia. Devide et Impera adalah politik adu domba yang dilakukan untuk memecah persatuan dan kesatuan masyarakat pribumi Nusantara. Tujuanadu domba VOC. Selama abad ke-17 dan 18, perdagangan di Batavia dan beberapa wilayah di Nusantara dikuasai secara langsung oleh VOC. Namun, di luar daerah-daerah tersebut, kerajaan-kerajaan Indonesia tetap hidup sebagai kerajaan berdaulat dan memegang kendali atas pangkalan-pangkalan dan rute-rute perdagangan. tuhxWP. - Tujuan kedatangan bangsa Eropa, termasuk Belanda, ke Indonesia pada mulanya adalah untuk mencari rempah-rempah. Dalam perkembangannya, Belanda menjadi serakah dan berhasil menguasai rempah-rempah serta kekayaan alam Indonesia lainnya. Beberapa kekayaan alam yang dimonopoli Belanda melalui kongsi dagang VOC adalah lada dari Banten dan Aceh, beras dari Mataram, dan kopi melaksanakan monopoli perdagangan, VOC diketahui suka ikut campur dalam urusan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan mengadu domba. Mengapa VOC ikut campur dalam kerajaan-kerajaan di Indonesia dan mengadu domba?Tujuan adu domba VOC Selama abad ke-17 dan 18, perdagangan di Batavia dan beberapa wilayah di Nusantara dikuasai secara langsung oleh VOC. Namun, di luar daerah-daerah tersebut, kerajaan-kerajaan Indonesia tetap hidup sebagai kerajaan berdaulat dan memegang kendali atas pangkalan-pangkalan dan rute-rute perdagangan. Dalam persaingan dan perebutan kekuasaan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, baik melalui diplomasi ataupun peperangan, VOC akhirnya berhasil memaksakan perjanjian-perjanjian terhadap raja-raja di Indonesia. Tujuan VOC terlibat dalam urusan internal kerajaan-kerajaan di Nusantara adalah VOC ingin memecah belah kekuasaan kerajaan-kerajaan pribumi. Hal ini dilakukan karena kekuatan VOC hanya terbatas, dibandingkan dengan wilayah kekuasaannya di Nusantara yang sangat luas. Ilustrasi. – Politik adu domba telah terkenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Bangsa penjajah saat itu menamakannya sebagai devide et impera. Ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah penjajahan Belanda untuk kepentingan politik, militer dan ekonomi. Politik adu domba digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh penjajahan Belanda di Indonesia. Secara prinsip, praktik politik adu domba adalah memecah belah dengan saling membenturkan mengadu domba kelompok besar yang dianggap memiliki pengaruh dan kekuatan. Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok kecil yang tak berdaya. Dengan demikian kelompok-kelompok kecil tersebut dengan mudah dilumpuhkan dan dikuasai. Unsur-unsur yang digunakan dalam praktik politik jenis ini adalah; 1. menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah terbentuknya sebuah aliansi yang memiliki kekuatan besar dan berpengaruh, 2. memunculkan banyak tokoh baru tokoh boneka? yang saling bersaing dan saling melemahkan, 3. mendorong ketidakpercayaan dan permusuhan antar masyarakat, 4. mendorong konsumerisme yang pada akhirnya memicu timbulnya KKN korupsi, kolusi dan nepotisme. Di negara asalnya Belanda, politik devide et impera sudah lama tak digunakan lagi. Belanda saat ini saat menjunjung tinggi hak asasi manusia HAM. Namun justru di Indonesia politik itu nampaknya masih membekas dalam dan masih saja digunakan. Apalagi setelah era reformasi yang oleh banyak pihak dinilai salah kaprah. Legislatif seperti berlawanan dengan eksekutif, partai A saling melemahkan partai B, begitu sebaliknya dan seterusnya. Padahal justru seharusnya saling bekerja sama dan saling memperkuat dan melengkapi. Siapa saja bisa dijadikan domba aduan, dari warga masyarakat biasa sampai warga kelas atas bisa jadi objek sasaran. Sesama pedagang bisa dipicu perpecahan, gara-gara masalah kecil bisa berkembang menjadi konflik yang besar. Perbedaan agama, suku dan sebagainya bisa memunculkan percikan api konflik yang bila diberi bensin segera berkobar menjadi konflik besar. Kita sudah banyak melihat buktinya terjadi sehari-hari. Media massa seperti bertepuk tangan dan seolah-olah ikut memberi semangat melihat kejadian ini. Inikah yang dimaksud dengan reformasi dan demokrasi? Dalam politik adu domba, konflik sengaja diciptakan. Perpecahan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terwujudnya aliansi yang bisa menentang penjajah imperialisme, entah itu kekuasaan di pemerintahan, di partai, kelompok di masyarakat, dan sebagainya. Pihak-pihak atau orang-orang yang bersedia bekerja sama dengan kekuasaan, dibantu atau dipromosikan, mereka yang tidak bersedia bekerja sama, segera disingkirkan. Ketidakpercayaan terhadap pimpinan atau suatu kelompok sengaja diciptakan agar pemimpin atau kelompok tersebut tidak tumbuh besar dan solid. Adakalanya tidak hanya ketidakpercayaan, bahkan permusuhan pun sengaja disemai. Teknik yang digunakan adalah agitasi, propaganda, desas-desus, bahkan fitnah. Praktik seperti itu tumbuh subur saat ini. Di zaman penjajahan Belanda, mereka menggandeng beberapa pribumi untuk menjadi karyawan mereka, diberi kehidupan yang layak, tapi sadar atau tidak, mereka dikondisikan untuk mengkhianati bangsanya sendiri. Raja di satu kerajaan diadu domba dengan raja lain yang pada akhirnya menimbulkan peperangan dan perpecahan. Alhasil saat itu tidak muncul sebuah kerajaan yang besar dan kuat. Di tengah masyarakat kita dewasa ini, di tengah era informasi yang sangat liberal, praktik adu domba itu menjadi tontonan sehari-hari. Kita secara vulgar disuguhi berita-berita tentang perseteruan antar kelompok untuk memperebutkan kekuasaan, saling tuding, saling caci-maki, saling sikut dengan intrik-intrik politik yang sangat kasar dan kejam. Penggiringan isu, disadari atau tidak, dilakukan sedemikian rupa untuk saling menghancurkan. Di era merdeka dan modern seperti saat ini, tentu kita tidak ingin dijadikan domba aduan oleh siapapun dan pihak manapun. Imperialisme maupun neo imperialisme, tidak boleh lagi menjadi raja di negeri yang kita cintai ini, apalagi di Sumatera Barat negeri asal penggagas berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Password untuk mengatasi masalah ini sama dengan yang kita gunakan saat mengusir penjajah Belanda dulu, yaitu persatuan dan kesatuan. Mari bersatu menghimpun kekuatan bersama, jangan mau dinina-bobokkan dan lalu diadu domba. Indonesia adalah negara besar dan memiliki potensi yang besar. Dengan kesatuan dan persatuan, insya Allah kita capai kejayaan bersama dalam waktu singkat. Aamiin. Redaktur Lurita Putri Permatasari Beri NilaiLoading... Gubernur Sumatera Barat Sumbar. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID ehVgKDiHMylW0vKquoQvMiB4sZx3n95jMo7ZjLlMIhbU-c_r2jcByg== - Secara harfiah, devide et impera dapat diartikan sebagai "pecah dan berkuasa". Strategi ini dipopulerkan oleh Julius Cesar dalam upayanya membangun kekaisaran Romawi. Caranya adalah dengan menimbulkan perpecahan di suatu wilayah sehingga mudah untuk konteks lain, devide et impera juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Seiring waktu, devide et impera juga dikenal sebagai politik pecah belah atau politik adu domba. Baca juga Kebijakan-Kebijakan VOC di Bidang PolitikPolitik devide et impera di nusantara Devide et impera perama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Belanda melalui VOC Vereenigde Oostindische Compagnie. Selain monopoli, salah satu siasat yang digunakan oleh VOC untuk menguasai nusantara adalah devide et impera. Politik adu domba bahkan dijadikan kebiasaan oleh VOC dalam hal politik, militer, dan ekonomi untuk melestarikan penjajahannya di Indonesia. Orientasinya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menaklukkan raja-raja di nusantara. Strategi Belanda yang paling ampuh menghadapi perlawanan dari penguasa lokal adalah dengan meakukan politik adu domba.

belanda pernah melakukan politik adu domba di nusantara yaitu antara